Pengolahan Limbah Serbuk Kayu dengan menerapkan sistem Waste To product
Karena
sifat dan karakteristiknya yang unik, kayu merupakan bahan yang paling
banyak digunakan untuk keperluan konstruksi. Kebutuhan kayu yang terus
meningkat dan potensi hutan yang terus berkurang menuntut penggunaan
kayu secara efisien dan bijaksana, antara lain dengan memanfaatkan
limbah berupa serbuk kayu menjadi produk yang bermanfaat.
Kebutuhan
manusia akan kayu sebagai bahan bangunan baik untuk keperluan
konstruksi, dekorasi, maupun furniture terus meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk. Kebutuhan kayu untuk industri perkayuan di
Indonesia diperkirakan sebesar 70 juta m3 per tahun dengan kenaikan
rata-rata sebesar 14,2 % per tahun sedangkan produksi kayu bulat
diperkirakan hanya sebesar 25 juta m3 per tahun, dengan demikian terjadi
defisit sebesar 45 juta m3 (Priyono,2001).
Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya daya dukung hutan sudah tidak dapat
memenuhi kebutuhan kayu. Keadaan ini diperparah oleh adanya konversi
hutan alam menjadi lahan pertanian, perladangan berpindah, kebakaran
hutan, praktek pemanenan yang tidak efisen dan pengembangan
infrastruktur yang diikuti oleh perambahan hutan. Kondisi ini menuntut
penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana, antara lain melalui konsep
the whole tree utilization, disamping meningkatkan penggunaan bahan
berlignoselulosa non kayu, dan pengembangan produk-produk inovatif
sebagai bahan bangunan pengganti kayu.
Selama
ini limbah serbuk kayu banyak menimbulkan masalah dalam penanganannya
yang selama ini dibiarkan membusuk, ditumpuk dan dibakar yang kesemuanya
berdampak negatif terhadap lingkungan sehingga penanggulangannya perlu
dipikirkan. Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah memanfaatkannya
menjadi produk yang bernilai tambah dengan teknologi aplikatif dan
kerakyatan sehingga hasilnya mudah disosialisasikan kepada masyarakat.
Pengolahan
waste to product merupakan pengolahan limbah menjadi bahan baku atau
produk baru yang bernilai ekonomis. Dalam pengelolaannya, waste to
product harus menerapkan prinsip-prinsip:
1. Reduce;
Reduce
artinya mengurangi. Dalam hal ini, diharapkan kita dapat mengurangi
penggunaan material kayu yang dapat menambah jumlah limbah serbuk kayu,
serta dapat mengurangi dan mencegah kerusakan hutan akibat penebangan
hutan secara liar tanpa memperhatikan kondisi lingkungan.
2. Reuse;
Reuse
artinya pemakaian kembali. Dalam pengolahan limbah serbuk gergaji ini,
maksudnya adalah menggunakan kembali serbuk gergaji menjadi bahan baku
untuk membuat briket arang yang bernilai ekonomis.
3. Recycle;
Recycle
artinya mendaur ulang. Dalam pengolahan limbah serbuk gergaji ini,
maksudnya adalah mendaur ulang serbuk gergaji menjadi produk baru, yaitu
briket arang.
4. Dapat mengurangi biaya;
Seperti
telah diketahui, saat ini sedang terjadi krisis energi bahan bakar.
Saat ini minyak tanah telah langka, dan harga gas LPG melonjak. Banyak
rakyat kecil yang merasa terbebani dengan adanya kenaikan harga gas LPG
tersebut. Dengan adanya briket arang, diharapkan hal tersebut dapat
teratasi dan mampu menolong rakyat kecil. Pengolahan limbah serbuk kayu
menjadi briket arang sangat mudah dan biaya produksinya pun sedikit,
karena bahan bakunya berasal dari limbah yang dengan mudah dapat kita
peroleh dimana-mana. Selain itu pengolahan limbah ini juga dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat bila pembuatan briket arang ini
dikelola dengan baik untuk selanjutnya briket arang dijual. Bahan
pembuatan briket arang mudah didapatkan disekitar kita berupa serbuk
kayu gergajian.
5. Mampu menghemat energi;
Pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi briket arang terbukti mampu menghemat penggunaan energi. Pada
tahun 1990 berdiri pabrik briket arang tanpa perekat di Jawa Barat dan
Jawa Timur yang menggunakan serbuk gergajian kayu sebagai bahan baku
utamanya.
Kualitas
briket arang yang dihasilkan mempunyai nilai kalor kurang dari 7000
kal/g yaitu sebesar 6341 kal/g dan kadar karbon terikatnya sebesar 74,35
%. Namun demikian studi yang dilaksanakan di Jawa Barat menunjukkan
bahwa pabrik briket arang dengan kapasitas sebanyak 260 kg briket
arang/hari dapat menguntungkan. Di pasar swalayan sekarang dapat dibeli
briket arang dari kayu dengan dengan harga jual Rp 12.000/2,5 kg.
Apabila
briket arang dari serbuk gergajian ini dapat digunakan sebagai sumber
energi alternatif baik sebagai pengganti minyak tanah maupun kayu bakar
maka akan dapat terselamatkan CO2 sebanyak 3,5 juta ton untuk Indonesia,
sedangkan untuk dunia karena kebutuhan kayu bakar dan arang untuk tahun
2000 diperkirakan sebanyak 1,70 x 109 m3 (Moreira (1997) maka jumlah
CO2 yang dapat dicegah pelepasannya sebanyak 6,07 x 109 ton CO2/th.
6. Eco-efisiensi;
Eco-efisiensi
disini maksudnya pengolahan limbah serbuk gergaji diharapkan dapat
berimbas positif terhadap lingkungan. Dengan penggunaan briket arang
sebagai bahan bakar maka kita dapat menghemat penggunaan kayu sebagai
hasil utama dari hutan. Selain itu memanfaatkan serbuk gergaji sebagai
bahan pembuatan briket arang maka akan meningkatkan pemanfaatan limbah
hasil hutan sekaligus mengurangi pencemaran udara, karena selama ini
serbuk gergaji kayu yang ada hanya dibakar begitu saja.
Sebagai informasi tambahan, berikut merupakan cara pembuatan briket arang dari limbah serbuk gergaji.
1. Peralatan
▪ Ayakan ukuran lolos 50 mesh dan 70 mesh
▪ Cetakan briket
▪ Oven.
2. Bahan
▪ Serbuk gergaji
▪ Tempurang kelapa
▪ Lem kanji
3. Tahapan pembuatan
a. Pengarangan
Serbuk gergaji dan tempurung kelapa dibuat arang dengan pengarangan manual (dibakar).
b. Pengayakan
Pengayakan
maksud untuk menghasilkan arang serbuk gergajian dan tempurung kelapa
yang lembut dan halus. Arang serbuk gergaji diayak dengan saringan
ukuran kelolosan 50 mesh dan arang tempurung kelapa dengan ukuran 70
mesh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar